Rabu, 14 Maret 2012

Instrumen Non Test


MAKALAH
 “WAWANCARA, KUESIONER, SKALA PENILAIAN, DAN SKALA SIKAP”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran Biologi


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
    
     Mutu pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya siswa, pengelola sekolah, lingkungan, kualitas pengajaran, kurikulum dan sebagainya (Suhartoyo, 2005). Dalam meningkatkan mutu pendidikan, maka perlu penanganan yang optimal dengan cara meningkatkan kualitas pembelajaran dan sistem evaluasi yang baik. Sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar yang lebih baik (Mardapi, 2003).

Sehubungan dengan itu, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya mengajar dengan baik, namun mampu melakukan evaluasi dengan baik. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar siswa, namun perlu penilaian terhadap input, proses, dan output pembelajaran itu sendiri.

Penilaian hasil belajar tidak hanya dilakukan dengan cara tes, tetapi dapat juga dilakukan dengan teknik non-tes seperti wawancara, kuesioner, skala penilaian, dan skala sikap

Dalam makalah ini, akan disajikan beberapa hal tentang teknik evaluasi yang dapat digunakan dalam penilaian terhadap anak didik. Adapun teknik yang akan dijelaskan dalam makalah ini adalah teknik non-tes.



2.      Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan penilaian non tes?
2.      Apakah fungsi dari penilaian instrumen non tes?
3.      Bagaimanakah cara penilaian dengan teknik non-tes dan alat penilaian non-tes?

3.     Tujuan
     Adapun tujuan dari rumusan masalah, yaitu:
1.      Mengetahui pengertian penilaian non tes.
2.      Mengetahui fungsi dari penilaian non tes.
3.      Mengetahui dan memahami cara penilaian dengan teknik non-tes dan alat penilaian non-tes
















BAB II
ISI


Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Pada umumnya alat penilaian dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu test dan non test. Penilaian non test adalah penilaian pengamatan perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan apa yang dapat diperbuat atau dikerjakan oleh peserta didik dibandingkan dengan apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain penilaian non test behubungan dengan penampilan yang dapat diamati dibandingkan dengan pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak dapat diamati oleh indera.
Adapun menurut Hasyim (1997: 8) ”Penilaian non test adalah penilaian yang mengukur kemampuan siswa secara langsung dengan tugas-tugas riil dalam proses pembelajaran.”
Fungsi dari penilaian non test adalah sebagai berikut:
1.      Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional.
2.      Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar, perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan instruksional, kegiatan siswa, strategi mengajar guru, dan lain-lain.
3.      Dalam menyusun laporan pengajuan belajar siswa kepada para orang tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang didapatinya.
4.      Dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek kognitif tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik.
5.      Dapat memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak lain, karena diperoleh langsung dari proses belajar siswa baik di kelas, laboratorium, lapangan, dan lain-lain. 
Teknik non-tes merupakan prosedur mengumpulkan data untuk memahami pribadi siswa pada umumnya bersifat kualitatif. Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak mengunakan tes. Umumnya digunakan untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok. Alat penilaian non-test, yang biasanya inheren dalam pelaksanaan proses belajar adalah observasi (baik dengan cara langsung, tak langsung, maupun partisipasi), wawancara (terstruktur atau bebas), angket (tertutup atau terbuka), skala penilaian dan skala sikap.

PENGGOLONGAN INSTRUMEN NON TES
A.    WAWANCARA
     Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan dan pencatatan data, informasi, atau pendapat yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber data.
a)      Macam-Macam Wawancara
1)      Wawancara langsung
Wawancara yang dilakukan secara langsung antara pewawancara (interviewer) dengan orang yang diwawancarai (interviewee) tanpa melalui perantara.

2)      Wawancara tidak langsung
Pewawancara menanyakan sesuatu melalui perantara orang lain, tidak langsung kepada sumbernya.

b)      Tujuan Wawancara
1)      Untuk memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu
2)      Untuk melangkapi suatu penyelidikan ilmiah
3)      Untuk memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu

c)      Bentuk-bentuk pertanyaan wawancara
1)      Bentuk pertanyaan berstruktur
Yaitu pertanyaan yang menurut jawaban agar sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret.

2)      Bentuk pertanyaan tak berstruktur
Yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka dimana reponden secara bebas menjawab pertanyaa tersebut. Pertanyaan semacam ini tidak memberi struktur jawaban kepada responden karena jawaban dalam pertanyaan itu bebas.

3)      Bentuk pertanyaan campuran
Yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang berstruktur ada pula yang bebas.




d)     Prosedur penyusunan pedoman wawancara
1)      Membuat kisi-kisi atau layout pedoman wawancara
2)      Menyusun pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk pertanyaan yang diinginkan.
3)      Melaksanakan uji coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan yang disusun sehingga dapat diperbaiki lagi untuk selanjutnya baru dilaksanakan kembali.
4)      Membuat pedoman wawancara.

LAYOUT PEDOMAN WAWANCARA
No
Masalah
Tujuan
Pertanyaan
Bentuk Pertanyaan






FORMAT PEDOMAN WAWANCARA
No
Pertanyaan
Ringkasan Jawaban
Ket
1
2
3
4
5

..........................................
..........................................
..........................................
..........................................
..........................................
........................................
........................................
........................................
........................................
........................................


e)      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam wawancara, antara lain:
1)   Hubungan baik antara pewawancara dan yang diwawancarai perlu dipupuk dan dibina sehingga akan tampak hubungan yang sehat dan harmonis.
2)   Dalam wawancara jangan terlalu kaku, tunjukan sikap yang bebas, ramah, terbuka, dan adaptasikan diri dengannya.
3)   Perlakukan responden itu sebagai sesame manusia secara jujur.
4)   Hilangkan prasangka-prasangka yang kurang baik sehingga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bersifat netral.
5)   Pertanyaan hendaknya jelas, tepat, dan sederhana.

f)       Keuntungan Wawancara
1)        Dapat dilaksanakan secara langsung kepada orang yang akan diwawancara sehingga data informasi yang diperoleh dapat diketahui objektivitasnya
2)        Dapat memperbaiki hasil riset yang dilakukan melalui observasi atau angket
3)        Pelaksanaan wawancara lebih fleksibel dan dinamis

g)      Kelemahan Wawancara
1)        Jika anggota sampel cukup besar, maka banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya.
2)        Adakalanya terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah sehingga data kurang dapat memenuhi apa yang diharapkan.
3)        Sering timbul sikap yang kurang baik dari yang diwawancarai dan sikap overaction dari pewawancara, karena itu perlu adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan yang diwawancarai.

B.     ANGKET
     Angket atau lazim pula disebut kuisioner merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan. Angket berupa sebuah kertas yang berisi daftar pertanyaan dan bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden. Beberapa petunjuk untuk menyusun angket adalah sebagai berikut:
a)      Menggunakan kata-kata yang tidak mempunyai arti lengkap.
b)     Menggunakan susunan kalimat yang sederhana tapi jelas
c)      Menghindari penggunaan kata-kata yang sulit dipahami
d)     Menghindari penggunaan kata-kata yang bermakna negatif dan menyinggung perasaan responden

     Adapun langkah-langkah menyusun angket yaitu:
1.    Merumuskan tujuan
2.    Merumuskan kegiatan
3.    Menyusun kisi-kisi pertanyaan yang akan digunakan
4.    Menyusun panduan pengisian angket
5.    Menyusun perangkat penilaian angket

Kuesioner terbagi menjadi beberapa macam jika ditinjau dari berbaga segi, yakni:
a.      Ditinjau dari segi siapa yang menjawab:
1)    Kuesioner Langsung
            Kuesioner dapat dikatakan langsung, jika kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi secara langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.

2)    Kuisioner Tidak Langsung
            Jika kuesioner yang dikirimkan dan diisi bukan oleh orang yang diminta keterangannya. Kuisioner tidak langsung biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.

b.      Ditinjau dari segi cara menjawabnya:
1)    Kuesioner Tertutup
Kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih, biasanya berupa tanda centang.

2)    Kuesioner Terbuka
Kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapat. Kuesioner terbuka disusun jika perkiraan jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan beranekaragam. Keterangan tentang alamat pengisi, tidak mungkin diberikan dengan cara memilih pilihan jawaban yang disediakan. Kuesioner terbuka juga digunakan untuk meminta pendapat seseorang.

     Angket sebagai alat penilaian terhadap sikap, tingkah laku, bakat, kemampuan, dan minat anak mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan.
a)      Kelebihan dari angket yaitu sebagai berikut:
1.    Dapat digunakan untuk memperoleh data dari anak-anak yang jumlahnya banyak dalam waktu yang cukup singkat.
2.    Setiap anak mendapatkan sejumlah pertanyaan yang sama.
3.    Dapat menghindarkan guru dari pengaruh subyektifitas.

b)      Kelemahan angket yakni antara lain:
1.      Pertanyaan yang diberikan melalui angket terbatas, dan jika ada hal-hal yang kurang jelas akan sulit untuk menerangkannya kembali.
2.      Terkadang jawaban yang diberikan pada angket tidak sesuai dengan kenyataan. Karena siswa merasa bebas menjawab tanpa diawasi secara mendetail.
3.      Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dapat dikumpulkan semua, karena tidak dikumpulkan kembali oleh anak-anak yang merasa angket tersebut tidak penting.




C.    SKALA PENILAIAN (RATING SCALE)
    
     Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
     Rating Scale adalah alat pengumpul data yang digunakan dalam observasi untuk menjelaskan, menggolongkan, menilai individu atau situasi (Depdikbud, 1975:55). Rating Scale adalah alat pengumpul data yang berupa suatu daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku/sifat yang harus dicatat secara bertingkat. Rating Scale merupakan sebuah daftar yang menyajikan sejumlah sifat atau sikap sebagai butir-butir atau item.
     Skala penilaian adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan ciri-ciri tertentu dan menentukan tingkat atau jumlah yang telah dicapai yang bersangkutan dengan jumlah atau ciri-ciri tertentu tersebut. Skala penilaian bisa digunakan dalam teknik wawancara, observasi, angket.
     Skala penilaian lebih tepat digunakan untuk mengukur suatu proses, misalnya proses belajar pada siswa, atau hasil belajar yang berbentuk perilaku (performance), seperti hubungan sosial diantara siswa atau cara-cara memecahkan masalah. Dengan adanya skala penilaian maka beberapa pengamat menyatakan penilaiannya atas seorang siswa terhadap sejumlah alat/sikap yang sama sehingga penilaian-penilaian itu (ratings) dapat dikombinasikan untuk mendapatkan gambaran yang cukup terandalkan.
     Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu kategori yang bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Rentangan bisa dalam bentuk huruf, angka, kategori seperti; tinggi, sedang, baik, kurang, dsb.
           

            Contoh: Skala Penilaian Penampilan Guru Mengajar
Nama guru: ……………… Bidang studi yang diajarkan: …………
No
Pernyataan
Skala nilai
A
B
C
D
1.
2.
3.
 4.
5.
Penguasaan bahan pelajaran
Hubungan dengan siswa
Bahasa yang digunakan
Pemakaian metode dan alat bantu mengajar
Jawaban terhadap pertanyaan siswa




         
          Keterangan: A: Baik sekali      B: Baik            C: Cukup         D: Kurang
   Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah kriteria skala nilai, yakni penjelasan operasional untuk setiap alternatif jawaban. Adanya kriteria yang jelas untuk setiap alternatif jawaban akan mempermudah pemberian penilaian dan terhindar dari subjektivitas penilai. Tugas penilai hanya memberi tanda cek (Ö) dalam kolom rentangan nilai.
   Penyusunan skala penilaian hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.    Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian ini sehingga jelas apa yang seharusnya dinilai.
2.    Berdasarkan tujuan tersebut, tentukan aspek atau variabel yang akan diungkap melalui instrumen ini.
3.    Tetapkan bentuk rentangan nilai yang akan digunakan, misalnya nilai angka atau kategori.
4.    Buatlah item-item pernyataan yang akan dinilai dalam kalimat yang singkat tetapi bermakna secara logis dan sistematis.
5.    Ada baiknya menetapkan pedoman mengolah dan menafsirkan hasil yang diperoleh dari penilaian ini.
       
     Skala yang penilaiannya tidak dibuat dalam bentuk rentangan nilai tetapi hanya mendiskripsikan apa adanya disebut daftar checklist. Jika dalam penilaian terdapat skor maka harus diubah ke dalam bentuk baik yang  bersifat kuantitatif (dinyatakan dengan angka) dan bisa pula bersifat kualitatif dinyatakan dengan huruf atau kategori). Untuk mengubah skor menjadi nilai digunakan tekhnik analisis dan skala penilaian, yaitu: 
1)   Skala Sebelas
        Skala sebelas diambil dari kata ”Standard Eleven” yang disingkat Stanel yang dipergunakan untuk mengubah skor mentah yang diperoleh siswa ke dalam 11 kelompok nilai, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Skala ini paling sering digunakan oleh para guru. Di samping sudah terbiasa menggunakannya, proses perhitungannya pun mudah dan nilai tersebut bisa secara langsung mencerminkan prestasi penguasaan siswa terhadap materi tes. 

2)   Skala Sepuluh (skala 1-10)   
        Dalam penggunaan skala 10, skor aktual siswa ditransfer ke dalam 10 kelompok nilai, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Skala 10 ini dipakai di sekolah sesuai dengan anjuran pada kurikulum 1975, bahwa seorang siswa yang sudah belajar tidak mungkin pengetahuannya tidak bertambah, apalagi berkurang. Oleh karena itu, nilai 0 (nol) ditiadakan. 

3)   Skala Sembilan (skala 1-9)
        Skala sembilan diambil dari kata ”Standard Nine” yang disingkat Stanin. Dalam skala sembilan skor aktual siswa ditransfer ke dalam 9 kelompok nilai, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Dibuangnya nilai 0 (nol) adalah berdasarkan pertimbangan seorang siswa yang sudah belajar tidak mungkin pengetahuannya tidak bertambah. Sedangkan dibuangnya nilai 10 adalah berdasarkan anggapan bahwa siswa tidak mungkin dapat menyerap seluruh materi yang diberikan.

4)   Skala Lima (skala huruf)
        Skala lima disebut juga dengan skala huruf karena nilai akhir tidak dinyatakan dengan angka (bilangan), malainkan dengan huruf A, B, C, D, dan E. Beberapa pakar evaluasi pendidikan ada pula yang menggunakan huruf F (failure) dan huruf G (gagal) sebagai pengganti nilai E.
5)   Skala Baku
        Skala baku (standar) disebut juga skala z, dan nilainya disebut nilai baku atau nilai z. Dasarnya adalah kurva normal baku yang memiliki nilai rerata = 0 dan simpangan baku s = 1.

6)   Skala Seratus (1-100)
        Nilai dengan menggunakan skala seratus disebut skor T yang bergerak pada interval 0 sampai dengan 100. Nilai dengan menggunakan skala 100 ini didasari oleh nilai z.

7)   Skala Bebas
        Skala yang tidak tetap. ada kalanya skor tertinggi 20, lain kali 25, lain kali 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dari skala yang tidak digunakan tidak selalu sama.
Menurut bentuknya, skala penilaian dibedakan menjadi:
a)   Bentuk Kuantitatif
                        Skala penilaian bentuk kuantitatif adalah skala penilaian yang perbedaan tingkatnya dibedakan dengan angka. Contohnya:
            Dalam diskusi kelompok, apabila peserta memiliki sifat di bawah ini secara sempurna lingkarilah angka 10 dan apabila tidak sama sekali,         lingkari angka 1.
     Kerjasama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
     Partisipasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
     Inisiatif  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
b)     Bentuk Deskriptif
                        Skala penilaian bentuk deskriptif adalah skala penilaian yang perbedaan tingkatnya dibedakan dengan pernyataan. Contohnya:
     Berilah tanda cek (√) di depan pernyataan yang merupakan sifat yang         dimiliki peserta diskusi kelompok.
     Partisipasi :
     ………..   Tidak partisipasi aktif dalam kelompok
     ………..   kadang-kadang partisipasi
     ………..   berpartisipasi aktif
     ………..  sangat partisipasi dalam kelompok
c)      Bentuk grafis
                        Skala penilaian dalam bentuk grafis adalah skala penilaian yang       tingkatannya dimasukkan ke dalam kotak-kotak, dimana yang menilai   member tanda cheek list pada kotak tersebut.

     WS Winkel (1995) mengemukakan beberapa kesalahan yang terjadi dalam rating scale :
1. Pengamat membuat generalisasi mengenai sikap atau sifat seseorang karena bergaul akrab dengan siswa yang harus dinilai atau karena sudah mempunyai pandangan tertentu terhadap lingkungan asal siswa ( personal bias ). Misalnya: guru di Yogyakarta memandang semua siswa yang berasal dari Jakarta sebagai orang yang bermoral bejat dan berlaku kasar ( personal bias : error of severity ). Contoh lain adalah guru yang bergaul akrab dengan siswa yang kebetulan kemenakannya sendiri, menilai semua butir dalam daftar pada gradasi baik ( personal bias : error of leniency ).
2. Pengamat tidak berani untuk memberikan penilaian sangat baik atau sangat kurang, dan karena itu menilai suatu item dalam daftar pada gradasi cukupan ( error of central tendency ).
3. Pengamat membiarkan dirinya terpengaruh oleh penilaiannya terhadap satu dua sikap atau sifat yang dinilai sangat baik atau sangat kurang, sehingga penilaiannya terhadap item-item lain cenderung jatuh pula pada gradasi sangat baik atau sangat kurang ( hallo effect ). Misalnya bila guru sudah mempunyai kesan negatif terhadap seorang siswa ( A ) yang penampilannya kurang menarik dan kemudian memilih gradasi kurang pada item-item yang lain.
4. Pengamat tidak menangkap maksud dari butir-butir dalam daftar dan kemudian mengartikannya menurut interprestasi sendiri ( logical error ).
5. Pengamat kurang memisahkan jawaban terhadap butir yang satu dari jawaban terhadap butir yang lain ( carry over effect ).

     Hal-hal yang harus dipenuhi oleh koordinator bimbingan supaya skala penilaian bermanfaat bagi keperluan bimbingan, adalah:
1.      Pada awal tahun ajaran mencari bantuan dari sejumlah guru dan tenaga bimbingan yang berminat berpartisipasi dalam proyek ini dan bersedia menyisihkan waktu untuk mengisi skala penilaian pada waktu tertentu, misalnya pada akhir catur wulan atau pada akhir tahun ajaran.

2.      Bersama dengan petugas bimbingan yang lain menyusun skala penilaian, dengan mencantumkan kurang lebih 10 sifat atau sikap. Perumusan dan isi pada masingmasing butir harus jelas, disertai deskripsi singkat pada gradasi-gradasi penilaian. Sikap dan sifat harus terkandung dalam perilaku yang dapat diamati ( observable ), biasanya disajikan lima gradasi. Disediakan ruang untuk mencatat tanggal, nama siswa, dan nama pengamat..

3.      Mengadakan pertemuan dengan tenaga-tenaga pendidik yang telah menyatakan kesediaannya dengan berpartisipasi dalam proyek ini. Alat pengumpul data yang telah disusun dirundingkan bersama supaya interprestasi terhadap butir-butir dalam daftar sama, kekurangan dalam perumusan sekaligus dapat diperbaiki. Juga diputuskan bersama prosedur pengisian dan penyerahan serta teknik pengisiannya, khususnya yang berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :

·         Waktu : kapan skala penilaian diisi.
·         Jumlah siswa yang akan dinilai.
·         Kepada siapa skala penilaian yang telah diisi, diserahkan ?
·         Mengingatkan para observer bahwa kesalahan mudah dilakukan pada waktu mengisi skala penilaian khususnya personal bias, central tendency,      hallo effect, cary over effect.
·         Mengingatkan para pengamat supaya tidak memberikan jawaban pada butir yang tidak dapat mereka amati karena tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Lebih baik tidak menjawab dari pada memperkirakan saja. Oleh karena itu dalam instrumen atau daftar item dapat disediakan ruang untuk menyatakan tidak sempat mengamati.

4.      Menjelang akhir caturwulan, atau akhir tahun ajaran, ahli bimbingan yang diserahi tugas mengolah skala-skala penilaian, mempelajarinya untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang sifat-sifat kepribadian dan sikap-sikap yang tercantum dalam daftar butir-butir dan telah dinilai bebarapa orang.

5.      Proyek semacam ini boleh dimulai setelah ada jaminan tentang partisipasi rekan-rekan tenaga kependidikan, kemampuan dalam mengisi skala penilaian secara tepat dan mengolah setiap set skala penilaian, serta manfaat bagi siswa-siswa yang bersangkuatan.

     Dalam penggunaan skala penilaian adapula batasan-batasannya, yaitu sebagai berikut:
1. Item-item pada skala penilaian diartikan lain-lain oleh mereka yang memberikan penilaian (sangat subyektif).
2. Sifat atau sikap yang harus dinilai tidak dapat diamati atau diobservasi karena sifat atau sikap kurang tertuang dalam bentuk tingkah laku yang memungkinkan untuk diamati (observable) atau kurang sempat mengadakan observasi.
3. Gradasi-gradasi pada masing-masing item dalam daftar tidak jelas, terlalu banyak atau terlalu sedikit.
4. Dibutuhkan banyak waktu untuk mengisi skala penilaian, banyak siswa dan mengolahnya satu persatu.

Beberapa kelebihan dari skala penilaian adalah:
1.      Dapat diperoleh adanya tingkatan-tingkatan dari setiap sifat.
2.      Memudahkan observer, karena hanya tinggal memberi tanda- tanda tertentu pada tingkatan sifat-sifat tertentu.
3.      Observer tidak perlu memberikan evaluasi yang panjang lebar terhadap individu yang diamati.


D.    SKALA SIKAP
     Sikap adalah suatu reaksi atau perbuatan yang ditimbulkan akibat suatu stimulus atau objek yang datang pada dirinya. Jadi penilaian sikap adalah penilaian terhadap perilaku dan keyakinan.
·      Sikap >> berangkat dari peransaan suka atau berangkat dari peransaan suka atau tidak Suka yang terkait dengan kecendrungan bertindak seseorang dalam merespon
·      Sikap >> juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki seseorang.
·      Sikap >> dapat dibentuk untuk terjadi prilaku atau tindakan yang diingini

a)      Penilaian Sikap dalam Proses Pembelajaran di Kelas
          Pada umumnya penilaian sikap dalam berbagai mata pelajaran dapat dilakukan berkaitan dengan objek sikap sebagai berikut :
·         Sikap terhadap materi pelajaran.
·         Sikap terhadap guru
·         Sikap terhadap prosespembelajaran
·         Sikap terhadap norma-norma atau nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri siswa melalui materi tertentu
·         Sikap berhubungan dengan kompetensi afektifitas lintas kurikulum.

Ada beberapa hal mempengaruhi pembentukan sikap dalam proses pembelajaran, menurut Klausmeir (1985) ada tiga model belajar pembentukan sikap yaitu : mengamati dan meniru, menerima penguatan, menerima informasi verbal.

b)      Tujuan penilaian sikap adalah :
1)      Untuk  mendapat  umpan  balik  (feedback) baik  bagi  guru  maupu siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan bagi anak didiknya.
2)      Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang dicapai antara lain diperlukan sebagai bahan bagi perbaikan tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua dan penentuan lulus tidaknya anak didik.
3)      Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta karakteristik anak didik.
4)      Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan kelainan tingkah laku. (Depdikbud, 1983 : 2)

c)      Cara Penilaian Sikap
1)      Observasi perilaku: misalnya, kerja sama, inisisatif, perhatian
2)      Pertanyaan langsung: misalnya, tanggapan terhadap tata tertib baru
3)      Laporan pribadi: misalnya, menulis pandangan tentang “kerusuhan antar pelajar”

d)     Skala Sikap
          Skala sikap adalah sejenis angket tertutup dimana pertanyaannya mengandung sifat-sifat dan nilai–nilai yang menjadi tujuan pengajaran dan alternative jawabannya mencerminkan atau menampakan sifat dari nilai yang dimiliki siswa sebagai hasil belajarnya dalam bentuk bertingkat (ranting). Nilai yang paling cocok di evaluasi dengan skala sikap adalah yang bersifat rasional sosial. Langkah-langkah pengembangan skala sikap adalah :
1.      Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya misalnya “mata pelajaran Sains” kompetensi dasar, Indicator.
2.      Memilih dan membuat daftar konsep dan kata sifat yang relevan dengan objek penilaian sikap (menarik, menyenangkan dsb)
3.      Memilih kata sifat yang tepat akan digunakan dalam skala
4.      Menentukan skala dan penskoran

e)      Jenis-jenis skala sikap :
1.      Skala Likert
   Skala jenis ini merupakan sejumlah pernyataan positif dan negative mengenai suatu obyek sikap. Dalam memberikan respon terhadap pernyataan dalam skala ini, subyek menunjukkan sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pilihan, tidak setuju, atau sangat tidak setuju.  skala ini disusun dalam bentuk suatu pertanyaan dan diikuti oleh lima respons yang menunjukan tingkatan, misalnya: Pendidikan Luar Biasa hendaknya dipisahkan dengan pendidikan untuk anak normal. Sangat setuju (2), setuju (1), tidak mempunyai pilihan (0), tidak setuju (-1), dan sangat tidak setuju(-2).

Kelebihan skala Linkert, yaitu:
1)   Dalam menyusun skala, item-item yang tidak jelas korelasinya masih dapat dimasukkan dalam skala.
2)   Lebih mudah membuatnya dari pada skala Thurstone.
3)   Mempunyai reliabilitas yang relatif tinggi dibanding skala thurstone untuk jumlah item yang sama. Juga dapat memperlihatkan item yang dinyatakan dalam beberapa responsi alternatif.
4)   Dapat memberikan keterangan yang lebih nyata tentang pendapatan atau sikap responden.

Kelemahan skala linkert:
1)   Hanya dapat mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan berapakali individu lebih baik dari individu lainya.
2)   Kadang kala total skor dari individu tidak memberikan arti yang jelas, banyak pola response terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama.

2.      Skala Thurstone
   Thurstone mengembangkan suatu metode untuk menentukan nilai skala tertentu pada hal-hal yang mewakili berbagai tingkat sikap yang menyenagkan. Skala yang dikembangkan oleh Thurstone ada 11 dari menyenangkan, netral sampai tidak menyenangkan.

3.      Skala Guttman
   Teknik kumulatif timbul karena memberikan kritikan pada skala sikap Thurrstone dan skala likert mengatakan bahwa skala-skala tersebut memuat pernyataan-pernyataan heterogen mengenai berbagai dimensi obyek sikap. Guttman mengembangkan suatu teknik untuk mengatasi masalah ini dengan menggolongkan skala berdimensi tunggal, bermaksud menetapkan apakah sikap yang sedang diselidiki benar-benar hanya menyangkut satu dimensi. Jadi skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas tegas dan konsisten. Misalnya yakin-tidak yakin ; ya-tidak; benar-salah; positif-negative; pernah-belum pernah ; setuju-tidak setuju; dan sebagainya.




BAB III
PENUTUP


Penilaian non test adalah penilaian pengamatan perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan apa yang dapat diperbuat atau dikerjakan oleh peserta didik dibandingkan dengan apa yang diketahui atau dipahaminya. Penilaian non test berfungsi sebagai alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional, umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar, membantu dalam penyusunan laporan pengajuan belajar siswa kepada para orang tua siswa, untuk menilai aspek kognitif, aspek afektif dan psikomotorik, serta untuk memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak lain. 

Dalam melakukan penilaian non-tes diperlukan teknik yang disebut teknik evaluasi non-tes yaitu prosedur mengumpulkan data untuk memahami pribadi siswa pada umumnya bersifat kualitatif. Alat penilaian non-test yang biasanya digunakan dalam pelaksanaan proses belajar adalah wawancara (terstruktur atau bebas), angket (tertutup atau terbuka), skala penilaian dan skala sikap.


 
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2009. Penulisan/Pembuatan dan Pengolahan Instrumen Evaluasi            Bentuk Non-Tes. http://abdullahhak.multiply.com/journal/item/3  Filipina.     Diunduh tanggal 28 September 2011 pukul 17:28
Anonym. Tanpa tahun. Materi VII Rating Scale (Skala Penilaian).             http://wimamadiun.com/materi/siscabk/MATERI7.pdf. Diunduh tanggal    07 Oktober 2011 pukul 21.01
Anonym. Tanpa tahun. Pembelajaran di kelas inklusi.             http://www.unesco.or.id/reports/Pembelajaran_di_kelas_inklusi.pdf            Diunduh tanggal 29 September 2011 pukul 11.59





Tidak ada komentar:

Posting Komentar