MAKALAH
“WAWANCARA, KUESIONER, SKALA
PENILAIAN, DAN SKALA SIKAP”
Diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran
Biologi
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Mutu pendidikan dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya siswa, pengelola sekolah, lingkungan, kualitas
pengajaran, kurikulum dan sebagainya (Suhartoyo, 2005). Dalam meningkatkan mutu pendidikan,
maka perlu penanganan yang optimal dengan cara meningkatkan kualitas pembelajaran dan sistem evaluasi
yang baik. Sistem penilaian yang baik akan mendorong guru
untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar
yang lebih baik (Mardapi, 2003).
Sehubungan
dengan itu, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya
mengajar dengan baik, namun mampu melakukan evaluasi dengan baik. Evaluasi tidak
hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar siswa, namun perlu penilaian terhadap input, proses, dan output pembelajaran itu sendiri.
Penilaian hasil
belajar tidak hanya dilakukan dengan cara tes, tetapi dapat juga dilakukan
dengan teknik non-tes seperti wawancara, kuesioner, skala penilaian, dan skala
sikap
Dalam makalah
ini, akan disajikan beberapa hal tentang teknik evaluasi yang dapat digunakan
dalam penilaian terhadap anak didik. Adapun teknik yang akan dijelaskan dalam
makalah ini adalah teknik non-tes.
2.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan penilaian non tes?
2.
Apakah
fungsi dari penilaian instrumen non tes?
3.
Bagaimanakah
cara penilaian dengan teknik non-tes dan alat penilaian non-tes?
3.
Tujuan
Adapun tujuan dari rumusan masalah, yaitu:
1.
Mengetahui
pengertian penilaian non tes.
2.
Mengetahui
fungsi dari penilaian non tes.
3.
Mengetahui
dan memahami cara penilaian dengan teknik non-tes dan alat penilaian non-tes
BAB II
ISI
Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar
peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga
menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Pada umumnya alat penilaian dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu test dan non test. Penilaian non test adalah penilaian pengamatan
perubahan tingkah laku yang berhubungan dengan apa yang dapat diperbuat atau
dikerjakan oleh peserta didik dibandingkan dengan apa yang diketahui atau
dipahaminya. Dengan kata lain penilaian non test behubungan dengan penampilan
yang dapat diamati dibandingkan dengan pengetahuan dan proses mental lainnya
yang tidak dapat diamati oleh indera.
Adapun menurut Hasyim (1997: 8) ”Penilaian non test adalah penilaian yang mengukur kemampuan siswa secara langsung dengan tugas-tugas riil dalam proses pembelajaran.”
Adapun menurut Hasyim (1997: 8) ”Penilaian non test adalah penilaian yang mengukur kemampuan siswa secara langsung dengan tugas-tugas riil dalam proses pembelajaran.”
Fungsi dari penilaian non test adalah sebagai
berikut:
1. Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan
instruksional.
2. Umpan balik bagi perbaikan proses belajar
mengajar, perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan instruksional, kegiatan
siswa, strategi mengajar guru, dan lain-lain.
3. Dalam menyusun laporan pengajuan belajar siswa
kepada para orang tuanya. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan
kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk nilai-nilai
prestasi yang didapatinya.
4. Dapat digunakan untuk menilai berbagai aspek
kognitif tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik.
5.
Dapat
memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak
lain, karena diperoleh langsung dari proses belajar siswa baik di kelas,
laboratorium, lapangan, dan lain-lain.
Teknik non-tes merupakan prosedur mengumpulkan
data untuk memahami pribadi siswa pada umumnya bersifat kualitatif. Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian
dengan tidak mengunakan tes. Umumnya digunakan untuk menilai kepribadian anak
secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan,
riwayat hidup dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam
pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok. Alat penilaian non-test, yang biasanya inheren dalam
pelaksanaan proses belajar adalah observasi (baik dengan cara langsung, tak
langsung, maupun partisipasi), wawancara (terstruktur atau bebas), angket
(tertutup atau terbuka), skala penilaian dan skala sikap.
PENGGOLONGAN
INSTRUMEN NON TES
A.
WAWANCARA
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan dan pencatatan data,
informasi, atau pendapat yang dilakukan melalui percakapan dan tanya jawab,
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber data.
a)
Macam-Macam
Wawancara
1)
Wawancara
langsung
Wawancara yang dilakukan secara langsung antara pewawancara
(interviewer) dengan orang yang diwawancarai (interviewee) tanpa melalui
perantara.
2)
Wawancara
tidak langsung
Pewawancara menanyakan sesuatu melalui perantara orang lain, tidak langsung
kepada sumbernya.
b)
Tujuan
Wawancara
1)
Untuk
memperoleh informasi guna menjelaskan suatu situasi dan kondisi tertentu
2)
Untuk
melangkapi suatu penyelidikan ilmiah
3)
Untuk
memperoleh data agar dapat mempengaruhi situasi atau orang tertentu
c)
Bentuk-bentuk
pertanyaan wawancara
1)
Bentuk
pertanyaan berstruktur
Yaitu pertanyaan yang menurut jawaban agar sesuai dengan apa yang
terkandung dalam pertanyaan tersebut. Pertanyaan semacam ini biasanya digunakan
jika masalahnya tidak terlalu kompleks dan jawabannya sudah konkret.
2)
Bentuk
pertanyaan tak berstruktur
Yaitu pertanyaan yang bersifat terbuka dimana reponden secara bebas
menjawab pertanyaa tersebut. Pertanyaan semacam ini tidak memberi struktur
jawaban kepada responden karena jawaban dalam pertanyaan itu bebas.
3)
Bentuk
pertanyaan campuran
Yaitu pertanyaan yang menuntut jawaban campuran, ada yang
berstruktur ada pula yang bebas.
d)
Prosedur
penyusunan pedoman wawancara
1)
Membuat
kisi-kisi atau layout pedoman
wawancara
2)
Menyusun
pertanyaan sesuai dengan data yang diperlukan dan bentuk pertanyaan yang
diinginkan.
3)
Melaksanakan
uji coba untuk melihat kelemahan-kelemahan pertanyaan yang disusun sehingga
dapat diperbaiki lagi untuk selanjutnya baru dilaksanakan kembali.
4)
Membuat
pedoman wawancara.
LAYOUT PEDOMAN WAWANCARA
No
|
Masalah
|
Tujuan
|
Pertanyaan
|
Bentuk Pertanyaan
|
FORMAT
PEDOMAN WAWANCARA
No
|
Pertanyaan
|
Ringkasan Jawaban
|
Ket
|
1
2
3
4
5
|
..........................................
..........................................
..........................................
..........................................
..........................................
|
........................................
........................................
........................................
........................................
........................................
|
e)
Hal-hal
yang harus diperhatikan dalam wawancara, antara lain:
1)
Hubungan
baik antara pewawancara dan yang diwawancarai perlu dipupuk dan dibina sehingga
akan tampak hubungan yang sehat dan harmonis.
2)
Dalam
wawancara jangan terlalu kaku, tunjukan sikap yang bebas, ramah, terbuka, dan
adaptasikan diri dengannya.
3)
Perlakukan
responden itu sebagai sesame manusia secara jujur.
4)
Hilangkan
prasangka-prasangka yang kurang baik sehingga pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan bersifat netral.
5)
Pertanyaan
hendaknya jelas, tepat, dan sederhana.
f)
Keuntungan
Wawancara
1)
Dapat
dilaksanakan secara langsung kepada orang yang akan diwawancara sehingga data
informasi yang diperoleh dapat diketahui objektivitasnya
2)
Dapat
memperbaiki hasil riset yang dilakukan melalui observasi atau angket
3)
Pelaksanaan
wawancara lebih fleksibel dan dinamis
g)
Kelemahan
Wawancara
1)
Jika
anggota sampel cukup besar, maka banyak menggunakan waktu, tenaga dan biaya.
2)
Adakalanya
terjadi wawancara yang berlarut-larut tanpa arah sehingga data kurang dapat
memenuhi apa yang diharapkan.
3)
Sering
timbul sikap yang kurang baik dari yang diwawancarai dan sikap overaction dari pewawancara, karena itu
perlu adanya adaptasi diri antara pewawancara dengan yang diwawancarai.
B. ANGKET
Angket atau lazim pula disebut kuisioner
merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsung, yaitu melalui tulisan.
Angket berupa sebuah kertas yang berisi daftar pertanyaan dan bertujuan untuk mengumpulkan
keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden. Beberapa petunjuk
untuk menyusun angket adalah sebagai berikut:
a) Menggunakan kata-kata yang tidak mempunyai
arti lengkap.
b) Menggunakan susunan kalimat yang
sederhana tapi jelas
d) Menghindari penggunaan kata-kata
yang bermakna negatif dan menyinggung perasaan responden
Adapun langkah-langkah menyusun angket
yaitu:
1. Merumuskan tujuan
2. Merumuskan kegiatan
3. Menyusun kisi-kisi pertanyaan yang
akan digunakan
4. Menyusun panduan pengisian angket
5. Menyusun perangkat penilaian angket
Kuesioner terbagi
menjadi beberapa macam jika ditinjau dari berbaga segi, yakni:
a. Ditinjau dari segi siapa yang menjawab:
1) Kuesioner Langsung
Kuesioner dapat dikatakan langsung, jika
kuesioner tersebut dikirimkan dan diisi secara langsung oleh orang yang akan dimintai
jawaban tentang dirinya.
2) Kuisioner Tidak Langsung
Jika kuesioner yang dikirimkan dan diisi
bukan oleh orang yang diminta keterangannya. Kuisioner tidak langsung biasanya digunakan
untuk mencari informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga dan sebagainya.
b. Ditinjau dari segi cara menjawabnya:
1) Kuesioner Tertutup
Kuesioner yang disusun dengan menyediakan
pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada
jawaban yang dipilih, biasanya berupa tanda centang.
2) Kuesioner Terbuka
Kuesioner yang disusun sedemikian rupa
sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapat. Kuesioner terbuka disusun jika
perkiraan jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan
beranekaragam. Keterangan tentang alamat pengisi, tidak mungkin diberikan dengan
cara memilih pilihan jawaban yang disediakan. Kuesioner terbuka juga digunakan
untuk meminta pendapat seseorang.
Angket
sebagai alat penilaian terhadap sikap, tingkah laku, bakat, kemampuan, dan minat
anak mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan.
a) Kelebihan dari angket yaitu sebagai
berikut:
1. Dapat digunakan untuk memperoleh
data dari anak-anak yang jumlahnya banyak dalam waktu yang cukup singkat.
2. Setiap anak mendapatkan sejumlah
pertanyaan yang sama.
3. Dapat menghindarkan guru dari
pengaruh subyektifitas.
b) Kelemahan angket yakni antara lain:
1. Pertanyaan yang diberikan melalui angket
terbatas, dan jika ada hal-hal yang kurang jelas akan sulit untuk menerangkannya
kembali.
2. Terkadang jawaban yang diberikan pada
angket tidak sesuai dengan kenyataan. Karena siswa merasa bebas menjawab tanpa diawasi
secara mendetail.
3. Ada kemungkinan angket yang diberikan
tidak dapat dikumpulkan semua, karena tidak dikumpulkan kembali oleh anak-anak
yang merasa angket tersebut tidak penting.
C.
SKALA PENILAIAN (RATING SCALE)
Skala adalah
alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, yang disusun dalam bentuk
pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan
nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Rating Scale adalah
alat pengumpul data yang digunakan dalam observasi untuk menjelaskan,
menggolongkan, menilai individu atau situasi (Depdikbud, 1975:55). Rating
Scale adalah alat pengumpul data yang berupa suatu daftar yang berisi
ciri-ciri tingkah laku/sifat yang harus dicatat secara bertingkat. Rating
Scale merupakan sebuah daftar yang menyajikan sejumlah sifat atau sikap
sebagai butir-butir atau item.
Skala penilaian
adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan ciri-ciri
tertentu dan menentukan tingkat atau jumlah yang telah dicapai yang
bersangkutan dengan jumlah atau ciri-ciri tertentu tersebut. Skala penilaian
bisa digunakan dalam teknik wawancara, observasi, angket.
Skala penilaian lebih tepat digunakan untuk
mengukur suatu proses, misalnya proses belajar pada siswa, atau hasil belajar
yang berbentuk perilaku (performance), seperti hubungan sosial diantara siswa
atau cara-cara memecahkan masalah. Dengan adanya skala penilaian maka beberapa
pengamat menyatakan penilaiannya atas seorang siswa terhadap sejumlah
alat/sikap yang sama sehingga penilaian-penilaian itu (ratings) dapat
dikombinasikan untuk mendapatkan gambaran yang cukup terandalkan.
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh
seseorang melalui pernyataan perilaku individu pada suatu kategori yang
bermakna nilai. Titik atau kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang
tertinggi sampai yang terendah. Rentangan bisa dalam bentuk huruf, angka,
kategori seperti; tinggi, sedang, baik, kurang, dsb.
Contoh: Skala
Penilaian Penampilan Guru Mengajar
Nama guru:
……………… Bidang studi yang diajarkan: …………
No
|
Pernyataan
|
Skala nilai
|
|||
A
|
B
|
C
|
D
|
||
1.
2.
3.
4.
5.
|
Penguasaan
bahan pelajaran
Hubungan dengan
siswa
Bahasa yang
digunakan
Pemakaian metode dan alat bantu
mengajar
Jawaban terhadap pertanyaan siswa
|
Keterangan: A: Baik sekali B: Baik
C:
Cukup D: Kurang
Hal
yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah kriteria skala nilai,
yakni penjelasan operasional untuk setiap alternatif jawaban. Adanya kriteria
yang jelas untuk setiap alternatif jawaban akan mempermudah pemberian penilaian
dan terhindar dari subjektivitas penilai. Tugas penilai hanya memberi tanda cek
(Ö) dalam kolom
rentangan nilai.
Penyusunan
skala penilaian hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala
penilaian ini sehingga jelas apa yang seharusnya dinilai.
2.
Berdasarkan tujuan tersebut, tentukan aspek
atau variabel yang akan diungkap melalui instrumen ini.
3.
Tetapkan bentuk rentangan nilai yang akan
digunakan, misalnya nilai angka atau kategori.
4.
Buatlah item-item pernyataan yang akan dinilai
dalam kalimat yang singkat tetapi bermakna secara logis dan sistematis.
5.
Ada baiknya menetapkan pedoman mengolah dan
menafsirkan hasil yang diperoleh dari penilaian ini.
Skala yang penilaiannya tidak dibuat dalam
bentuk rentangan nilai tetapi hanya mendiskripsikan apa adanya disebut daftar
checklist. Jika dalam penilaian terdapat skor maka harus diubah ke dalam
bentuk baik yang bersifat kuantitatif
(dinyatakan dengan angka) dan bisa pula bersifat kualitatif dinyatakan dengan
huruf atau kategori). Untuk mengubah skor menjadi nilai digunakan tekhnik analisis
dan skala penilaian, yaitu:
1)
Skala Sebelas
Skala sebelas
diambil dari kata ”Standard Eleven” yang disingkat Stanel yang dipergunakan
untuk mengubah skor mentah yang diperoleh siswa ke dalam 11 kelompok nilai,
yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Skala ini paling sering digunakan
oleh para guru. Di samping sudah terbiasa menggunakannya, proses perhitungannya
pun mudah dan nilai tersebut bisa secara langsung mencerminkan prestasi
penguasaan siswa terhadap materi tes.
2)
Skala Sepuluh (skala 1-10)
Dalam penggunaan skala 10, skor aktual
siswa ditransfer ke dalam 10 kelompok nilai, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
dan 10. Skala 10 ini dipakai di sekolah sesuai dengan anjuran pada kurikulum
1975, bahwa seorang siswa yang sudah belajar tidak mungkin pengetahuannya tidak
bertambah, apalagi berkurang. Oleh karena itu, nilai 0 (nol) ditiadakan.
3)
Skala Sembilan (skala 1-9)
Skala sembilan
diambil dari kata ”Standard Nine” yang disingkat Stanin. Dalam skala sembilan
skor aktual siswa ditransfer ke dalam 9 kelompok nilai, yaitu: 1, 2, 3, 4, 5,
6, 7, 8, dan 9. Dibuangnya nilai 0 (nol) adalah berdasarkan pertimbangan
seorang siswa yang sudah belajar tidak mungkin pengetahuannya tidak bertambah.
Sedangkan dibuangnya nilai 10 adalah berdasarkan anggapan bahwa siswa tidak
mungkin dapat menyerap seluruh materi yang diberikan.
4)
Skala Lima (skala huruf)
Skala lima disebut juga dengan skala
huruf karena nilai akhir tidak dinyatakan dengan angka (bilangan), malainkan dengan
huruf A, B, C, D, dan E. Beberapa pakar evaluasi pendidikan ada pula yang menggunakan
huruf F (failure) dan huruf G (gagal) sebagai pengganti nilai E.
5)
Skala Baku
Skala baku
(standar) disebut juga skala z, dan nilainya disebut nilai baku atau nilai z.
Dasarnya adalah kurva normal baku yang memiliki nilai rerata = 0 dan simpangan
baku s = 1.
6)
Skala Seratus (1-100)
Nilai dengan menggunakan skala seratus disebut skor T yang bergerak pada
interval 0 sampai dengan 100. Nilai dengan menggunakan skala 100 ini didasari
oleh nilai z.
7)
Skala Bebas
Skala yang tidak tetap. ada
kalanya skor tertinggi 20, lain kali 25, lain kali 50. Ini semua tergantung
dari banyak dan bentuk soal. Jadi angka tertinggi dari skala yang tidak
digunakan tidak selalu sama.
Menurut bentuknya, skala penilaian dibedakan menjadi:
a)
Bentuk Kuantitatif
Skala penilaian
bentuk kuantitatif adalah skala penilaian yang perbedaan tingkatnya dibedakan
dengan angka. Contohnya:
Dalam diskusi kelompok, apabila peserta
memiliki sifat di bawah ini secara sempurna lingkarilah angka 10 dan apabila
tidak sama sekali, lingkari angka
1.
Kerjasama 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10
Partisipasi 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10
Inisiatif 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
b)
Bentuk Deskriptif
Skala penilaian bentuk
deskriptif adalah skala penilaian yang perbedaan tingkatnya dibedakan dengan
pernyataan. Contohnya:
Berilah tanda cek (√) di
depan pernyataan yang merupakan sifat yang dimiliki
peserta diskusi kelompok.
Partisipasi :
……….. Tidak
partisipasi aktif dalam kelompok
……….. kadang-kadang
partisipasi
………..
berpartisipasi aktif
……….. sangat
partisipasi dalam kelompok
c)
Bentuk grafis
Skala penilaian dalam bentuk grafis adalah skala
penilaian yang tingkatannya
dimasukkan ke dalam kotak-kotak, dimana yang menilai member tanda cheek list pada kotak tersebut.
WS Winkel (1995) mengemukakan beberapa kesalahan yang terjadi dalam
rating scale :
1.
Pengamat membuat generalisasi mengenai sikap atau sifat seseorang karena
bergaul akrab
dengan siswa yang harus dinilai atau karena sudah mempunyai pandangan tertentu terhadap lingkungan asal siswa ( personal bias ).
Misalnya: guru di Yogyakarta
memandang semua siswa yang berasal dari Jakarta sebagai orang yang bermoral bejat dan berlaku kasar ( personal bias : error of
severity ). Contoh lain adalah
guru yang bergaul akrab dengan siswa yang kebetulan kemenakannya sendiri, menilai semua butir dalam daftar pada gradasi baik ( personal
bias : error of
leniency ).
2. Pengamat tidak berani untuk
memberikan penilaian sangat baik atau sangat kurang, dan karena itu menilai
suatu item dalam daftar pada gradasi cukupan ( error of central
tendency ).
3. Pengamat membiarkan dirinya
terpengaruh oleh penilaiannya terhadap satu dua sikap atau sifat yang dinilai sangat
baik atau sangat kurang, sehingga penilaiannya terhadap item-item lain
cenderung jatuh pula pada gradasi sangat baik atau sangat kurang ( hallo
effect ). Misalnya bila guru sudah mempunyai kesan negatif terhadap seorang
siswa ( A ) yang penampilannya kurang menarik dan kemudian memilih gradasi
kurang pada item-item yang lain.
4. Pengamat tidak menangkap maksud
dari butir-butir dalam daftar dan kemudian mengartikannya menurut interprestasi
sendiri ( logical error ).
5. Pengamat kurang memisahkan
jawaban terhadap butir yang satu dari jawaban terhadap butir yang lain ( carry
over effect ).
Hal-hal yang harus dipenuhi oleh
koordinator bimbingan supaya skala penilaian bermanfaat bagi keperluan
bimbingan, adalah:
1.
Pada
awal tahun ajaran mencari bantuan dari sejumlah guru dan tenaga bimbingan yang
berminat berpartisipasi dalam proyek ini dan bersedia menyisihkan waktu untuk
mengisi skala penilaian pada waktu tertentu, misalnya pada akhir catur wulan
atau pada akhir tahun ajaran.
2.
Bersama
dengan petugas bimbingan yang lain menyusun skala penilaian, dengan mencantumkan
kurang lebih 10 sifat atau sikap. Perumusan dan isi pada masingmasing butir
harus jelas, disertai deskripsi singkat pada gradasi-gradasi penilaian. Sikap
dan sifat harus terkandung dalam perilaku yang dapat diamati ( observable ),
biasanya disajikan lima gradasi. Disediakan ruang untuk mencatat tanggal, nama siswa,
dan nama pengamat..
3.
Mengadakan
pertemuan dengan tenaga-tenaga pendidik yang telah menyatakan kesediaannya
dengan berpartisipasi dalam proyek ini. Alat pengumpul data yang telah disusun
dirundingkan bersama supaya interprestasi terhadap butir-butir dalam daftar
sama, kekurangan dalam perumusan sekaligus dapat diperbaiki. Juga diputuskan
bersama prosedur pengisian dan penyerahan serta teknik pengisiannya, khususnya
yang berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
·
Waktu
: kapan skala penilaian diisi.
·
Jumlah
siswa yang akan dinilai.
·
Kepada
siapa skala penilaian yang telah diisi, diserahkan ?
·
Mengingatkan
para observer bahwa kesalahan mudah dilakukan pada waktu mengisi skala
penilaian khususnya personal bias, central tendency, hallo effect, cary over effect.
·
Mengingatkan
para pengamat supaya tidak memberikan jawaban pada butir yang tidak dapat mereka
amati karena tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Lebih baik tidak menjawab
dari pada memperkirakan saja. Oleh karena itu dalam instrumen atau daftar item
dapat disediakan ruang untuk menyatakan tidak sempat mengamati.
4.
Menjelang
akhir caturwulan, atau akhir tahun ajaran, ahli bimbingan yang diserahi tugas
mengolah skala-skala penilaian, mempelajarinya untuk mendapatkan gambaran
menyeluruh tentang sifat-sifat kepribadian dan sikap-sikap yang tercantum dalam
daftar butir-butir dan telah dinilai bebarapa orang.
5.
Proyek
semacam ini boleh dimulai setelah ada jaminan tentang partisipasi rekan-rekan tenaga
kependidikan, kemampuan dalam mengisi skala penilaian secara tepat dan mengolah
setiap set skala penilaian, serta manfaat bagi siswa-siswa yang bersangkuatan.
Dalam penggunaan skala
penilaian adapula batasan-batasannya, yaitu sebagai berikut:
1. Item-item pada skala penilaian
diartikan lain-lain oleh mereka yang memberikan penilaian (sangat subyektif).
2. Sifat atau sikap yang harus
dinilai tidak dapat diamati atau diobservasi karena sifat atau sikap kurang
tertuang dalam bentuk tingkah laku yang memungkinkan untuk diamati (observable)
atau kurang sempat mengadakan observasi.
3. Gradasi-gradasi pada
masing-masing item dalam daftar tidak jelas, terlalu banyak atau terlalu
sedikit.
4. Dibutuhkan banyak waktu untuk
mengisi skala penilaian, banyak siswa dan mengolahnya satu persatu.
Beberapa kelebihan dari skala penilaian adalah:
1.
Dapat
diperoleh adanya tingkatan-tingkatan dari setiap sifat.
2.
Memudahkan
observer, karena hanya tinggal memberi tanda- tanda tertentu pada tingkatan
sifat-sifat tertentu.
3.
Observer
tidak perlu memberikan evaluasi yang panjang lebar terhadap individu yang
diamati.
D.
SKALA
SIKAP
Sikap adalah suatu reaksi atau perbuatan yang ditimbulkan akibat
suatu stimulus atau objek yang datang pada dirinya. Jadi penilaian sikap adalah
penilaian terhadap perilaku dan keyakinan.
· Sikap >> berangkat dari peransaan suka atau berangkat dari peransaan suka atau tidak Suka yang terkait dengan
kecendrungan bertindak seseorang dalam merespon
· Sikap >> juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan
hidup yang dimiliki seseorang.
· Sikap >> dapat dibentuk untuk terjadi prilaku atau tindakan yang
diingini
a) Penilaian Sikap dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Pada umumnya penilaian sikap dalam berbagai mata
pelajaran dapat dilakukan berkaitan dengan objek sikap sebagai berikut :
·
Sikap terhadap materi pelajaran.
·
Sikap terhadap guru
·
Sikap terhadap prosespembelajaran
·
Sikap terhadap norma-norma atau nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri siswa melalui materi
tertentu
·
Sikap
berhubungan dengan kompetensi afektifitas lintas kurikulum.
Ada
beberapa hal mempengaruhi pembentukan sikap dalam proses pembelajaran, menurut
Klausmeir (1985) ada tiga model belajar pembentukan sikap yaitu : mengamati dan
meniru, menerima penguatan, menerima informasi verbal.
b) Tujuan penilaian sikap adalah :
1) Untuk mendapat umpan balik (feedback) baik
bagi guru maupu siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses
belajar mengajar dan mengadakan program perbaikan bagi anak didiknya.
2) Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak
didik yang dicapai antara lain diperlukan sebagai bahan bagi perbaikan tingkah
laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua dan penentuan lulus
tidaknya anak didik.
3) Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar
mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta
karakteristik anak didik.
4) Untuk mengenal latar belakang kegiatan belajar dan
kelainan tingkah laku. (Depdikbud, 1983 : 2)
c) Cara Penilaian Sikap
1)
Observasi perilaku: misalnya, kerja sama, inisisatif, perhatian
2)
Pertanyaan langsung: misalnya, tanggapan terhadap tata tertib baru
3)
Laporan pribadi: misalnya, menulis pandangan tentang “kerusuhan
antar pelajar”
d) Skala Sikap
Skala
sikap adalah sejenis angket tertutup dimana pertanyaannya mengandung
sifat-sifat dan nilai–nilai yang menjadi tujuan pengajaran dan alternative
jawabannya mencerminkan atau menampakan sifat dari nilai yang dimiliki siswa
sebagai hasil belajarnya dalam bentuk bertingkat (ranting). Nilai yang paling
cocok di evaluasi dengan skala sikap adalah yang bersifat rasional sosial.
Langkah-langkah pengembangan skala sikap adalah :
1. Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya
misalnya “mata pelajaran Sains” kompetensi dasar, Indicator.
2. Memilih dan membuat daftar konsep dan kata sifat yang
relevan dengan objek penilaian sikap (menarik, menyenangkan dsb)
3. Memilih kata sifat yang tepat akan digunakan dalam
skala
4. Menentukan skala dan penskoran
e) Jenis-jenis skala sikap :
1. Skala Likert
Skala jenis ini merupakan sejumlah pernyataan positif dan negative
mengenai suatu obyek sikap. Dalam memberikan respon terhadap pernyataan dalam
skala ini, subyek menunjukkan sangat setuju, setuju, tidak mempunyai pilihan,
tidak setuju, atau sangat tidak setuju. skala ini
disusun dalam bentuk suatu pertanyaan dan diikuti oleh lima respons yang
menunjukan tingkatan, misalnya: Pendidikan Luar Biasa hendaknya
dipisahkan dengan pendidikan untuk anak normal. Sangat setuju (2), setuju (1), tidak mempunyai pilihan (0), tidak setuju
(-1), dan sangat tidak setuju(-2).
Kelebihan skala Linkert, yaitu:
1)
Dalam
menyusun skala, item-item yang tidak jelas korelasinya masih dapat dimasukkan
dalam skala.
2)
Lebih
mudah membuatnya dari pada skala Thurstone.
3)
Mempunyai
reliabilitas yang relatif tinggi dibanding skala thurstone untuk jumlah item
yang sama. Juga dapat memperlihatkan item yang dinyatakan dalam beberapa
responsi alternatif.
4)
Dapat
memberikan keterangan yang lebih nyata tentang pendapatan atau sikap responden.
Kelemahan skala linkert:
1)
Hanya
dapat mengurutkan individu dalam skala, tetapi tidak dapat membandingkan
berapakali individu lebih baik dari individu lainya.
2)
Kadang
kala total skor dari individu tidak memberikan arti yang jelas, banyak pola response
terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama.
2.
Skala Thurstone
Thurstone mengembangkan suatu metode untuk
menentukan nilai skala
tertentu pada hal-hal yang mewakili berbagai tingkat sikap yang menyenagkan. Skala
yang dikembangkan oleh Thurstone ada 11 dari menyenangkan, netral sampai tidak
menyenangkan.
3.
Skala Guttman
Teknik kumulatif timbul karena memberikan
kritikan pada skala sikap Thurrstone dan skala likert mengatakan bahwa skala-skala
tersebut memuat pernyataan-pernyataan heterogen mengenai berbagai dimensi obyek
sikap. Guttman mengembangkan suatu teknik untuk mengatasi masalah ini dengan menggolongkan skala berdimensi tunggal, bermaksud menetapkan apakah sikap yang sedang diselidiki benar-benar hanya menyangkut satu dimensi. Jadi skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang
bersifat jelas tegas dan konsisten. Misalnya yakin-tidak yakin ; ya-tidak;
benar-salah; positif-negative; pernah-belum pernah ; setuju-tidak setuju; dan
sebagainya.
BAB III
PENUTUP
Penilaian non test adalah penilaian pengamatan perubahan tingkah
laku yang berhubungan dengan apa yang dapat diperbuat atau dikerjakan oleh
peserta didik dibandingkan dengan apa yang diketahui atau dipahaminya.
Penilaian non test berfungsi sebagai alat untuk mengetahui tercapai tidaknya
tujuan instruksional, umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar,
membantu dalam penyusunan laporan pengajuan belajar siswa kepada para orang tua
siswa, untuk menilai aspek kognitif, aspek afektif dan psikomotorik, serta
untuk memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada
pihak lain.
Dalam melakukan penilaian non-tes diperlukan teknik yang disebut
teknik evaluasi non-tes yaitu prosedur mengumpulkan data untuk memahami pribadi
siswa pada umumnya bersifat kualitatif. Alat penilaian non-test yang biasanya digunakan dalam
pelaksanaan proses belajar adalah wawancara (terstruktur atau bebas), angket
(tertutup atau terbuka), skala penilaian dan skala sikap.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2009. Penulisan/Pembuatan dan Pengolahan Instrumen
Evaluasi Bentuk Non-Tes. http://abdullahhak.multiply.com/journal/item/3 – Filipina. Diunduh tanggal 28 September 2011 pukul
17:28
Anonym. Tanpa
tahun. Materi VII Rating Scale (Skala Penilaian). http://wimamadiun.com/materi/siscabk/MATERI7.pdf.
Diunduh tanggal 07 Oktober 2011 pukul
21.01
Anonym. Tanpa
tahun. Pembelajaran di kelas inklusi. http://www.unesco.or.id/reports/Pembelajaran_di_kelas_inklusi.pdf Diunduh tanggal 29
September 2011 pukul 11.59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar